PERPPU ORMAS, MENIMBULKAN KRITIKAN YANG TAJAM DI KALANGAN POLITIK

PAN MENGKRITIK PERPPU ORMAS

JAKARTA - PAN mengkritik Perppu Ormas yang diterbitkan pemerintah. PAN menilai Perppu ini dapat disalahgunakan di masa depan.

"Jokowi tidak selama-lamanya jadi presiden. Perppu ini bisa disalahgunakan. Suatu saat bisa yang di sebelah kiri yang disasar, penguasa bisa menggunakan itu, politik balas dendam bisa dengan Perppu ini," kata Sekretaris Fraksi PAN DPR dalam diskusi Polemik Sindotrijaya 'Cemas Perppu Ormas' di restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).

Wakil Ketua DPR yang juga hadir dalam diskusi itu menuding pemerintah mengincar ormas-ormas   berhaluan Islam atas penerbitan Perppu tersebut. Namun tudingan Fadli ditepis oleh Sekjen Peradi Sugeng Teguh Santoso.

"Kalau dari interpretasi (di Perppu) tadi, jelas Marxisme, Leninisme, dan komunisme dilarang karena pernah memberontak terhadap negara, kalau ini kan tidak. Kalau dia mau menambahkan, ada Islam di situ, walaupun tidak ditulis, tapi yang disasar adalah ormas-ormas berhaluan Islam, ini kebijakan yang salah," ujar Fadli.

"Pemerintah tidak memusuhi Islam, justru yang dimusuhi sama, yang mungkin berbaju agama, tapi mengusung gerakan-gerakan kekerasan," kata Sugeng seraya mengingatkan bahwa Perppu ini juga didorong oleh PBNU, yang merupakan ormas Islam besar.

Soal pernyataan Yandri, Sugeng juga punya pendapat berbeda. Menurut dia, Perppu yang diterbitkan pemerintah ini untuk merespons kondisi terkini. Jika situasi sudah berubah, bisa diambil keputusan politik baru.

"Kalau kegentingan memaksa itu sudah lewat, akan ada keputusan politik baru. Nah partai-partai politik bersinergilah untuk menilai situasi baru itu," ujar Sugeng.

Jimly Asshidiqqie mendukung langkah pemerintah 

Jimly Asshidiqqie
Jimly Asshidiqqie 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqqie mendukung langkah pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Jimly menyarankan pihak-pihak yang berseberangan menempuh jalur hukum.

"Kita harus tetap memberi ruang kepada mereka yang tidak setuju. Satu, melakukan perlawanan hukum. Ada forum untuk melawan hukum terhadap Perppu ini adalah di MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Jimly dalam diskusi di Gado-gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).

"Saya harapkan MK bisa menerima Perppu sebagai objek judicial review. Agar diuji segi konstitusionalitasnya, baik dari prosedur maupun materinya. Jangan menunggu Perppu ini menimbulkan korban," ujarnya.

Jimly mengatakan pengajuan uji materi dapat dilakukan jika memang ditemukan poin-poin yang dikhawatirkan melanggar HAM. Dia juga menegaskan, sebelum ada keputusan dari MK, Perppu tersebut tetap berlaku.

"Kalau misalnya ada pelanggaran human right yang menimbulkan korban, maka Perppu itu harus bisa diuji oleh MK. Tapi MK tidak punya kewenangan untuk memberi, misalnya keputusan sela. Sebab, sebelum diputus final oleh MK, Perppu ini berlaku," ucapnya.

Jimly juga mendorong ormas yang nantinya dibubarkan karena Perppu tersebut bisa melakukan langkah hukum dengan mengajukan banding di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dia menjelaskan, jika memang ormas tersebut menang di PTUN, pemerintah wajib merehabilitasi nama baik ormas tersebut.

"Kalau misalnya Perppu dipraktikkan, misalnya membubarkan salah satu ormas, misalnya HTI. HTI harus dipahami tetap mempunyai hak untuk membela diri untuk melawan keputusan yang dinilai semena-mena," tuturnya.

"Jadi nanti di Pengadilan TUN bisa dipersoalkan. Keputusan pemerintah yang membatalkan badan hukum bisa dibatalkan oleh pengadilan TUN. Sehingga wajib direhabilitasi," ujarnya.

Jimly mengimbau masyarakat tidak berprasangka buruk terhadap pemerintah. Dia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang dinilai akan melindungi kepentingan bangsa secara luas.

"Ini sistem demokrasi, justru dalam sistem demokrasi kita memerlukan hadirnya kepemimpinan negara. Jangan biarkan semua orang bebas bablas tanpa kontrol, tanpa kendali. Dan orang menyalahgunakan kebebasan," katanya.

Jimly menyarankan pemerintah tetap berdialog dengan pihak-pihak yang berseberangan. Ia juga mengajak pemerintah mencegah perdebatan yang tidak sehat di media sosial.

"Jadi fair saja, tapi sekali lagi harus ada dialog yang luas. Jadi pemerintah harus inisiatif menggunakan dialog yang luas. Jangan membiarkan satu kelompok mendukung, lalu membiarkan kelompok yang lain untuk menolak. Ini tidak sehat," tuturnya.

Sumber :https://news.detik.com/